Nama :
Hasna Anisah
NIM :
17/409580/PN/14968
Gol :
A2
Konflik
Komunikasi Dalam Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi
Selatan
Seiring
dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong lahirnya
inovasi atau temuan- temuan baru, termasuk di bidang pertanian. Sebagian dari
penemuan teknologi ini telah dideterminasikan kepada masyarakat tani untuk meningkatkan
hasil usaha taninya. Namun, sebagian dari teknologi tersebut ternyata belum diterapkan
oleh para petani, meskipun telah dilakukan bebagai upaya untuk meyakinkan bahwa
manfaatnya berpengaruh bagi kebutuhan peningkatan taraf hidup mereka.
Anggapan kerangka pembangunan
pertanian yang selama ini dijalankan tidak sepenuhnya sesuai dengan kenyataan. System
produksi yang berlangsung saat ini bisa dikatakan kurang mampu menghasilkan
produk pertanian yang berdaya saing tinggi baik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestic
maupun ekspor. Hal ini disebabkan karena teknologi yang terlalu dipaksakan
kepada masyrakat tani untuk ditransformasikan dilakukan tanpa upaya
transformasi masyarakat secara menyuluruh. Transformasi teknologi harus
bersifat komprehensif dan mampu mengikuti dinamika masyarakat tani, serta
melibatkan semua pemangku kepentingan. Pemerintah di Provinsi Sulawesi Selatan
telah banyak meluncurkan program penyuluhan pertanian mulai dari pendekatan top
down sampai pada pendekatan bottom up. Mulai dari program BIMAS (Bimbingan
Massal) sampai pada pemberdayaan petani melalui Teknologi dan Informasi
(P3TIP), beberapa program ini pun masih bejalan.
Penyelenggaraan
penyuluhan pertanian dengan berbagi pendekatan maupun metode akan melibatkan
pelaku yang beragam, yang akhirnya menimbulkan kompleksitas program, pelaku,
dan kompleksitas interaksi antar pelaku yang terlibat dalam kegiatan penyuluhan
pertanian. Apabila tidak terkoordinasi dengan baik akan menyebabkan disharmoni
yang berpotensi konflik. Adanya ketidakharmonisan yang terjadi disebabkan
karena adanya pemhaman yang berbeda diantara mereka. Ketidaksepahaman komunikasi
berpotensi menimbulkan konflik dalam komunikasi.
Dari adanya perbedaan
pemahaman ini maka dilakukan pengamatan untuk melihat bagaimana konflik
komunikasi dan penyuluhan pertanian yang terjadi di Kabupaten Maros Sulawesi
Selatan, dengan mengumpulkan data yang berasal dari hasil wawancara dengan informan.
Informan yang dipilih adalah apparat pemerintah tingkat provinsi, aparat penyuluh
tingkat provinsi, dan dari individu petani dalam kelompoknya.
Dari hasil yang didapat
diketahui dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian, pemerintah dengan sadar
melakukan perubahan dalam penanganan permasalahan pertanian dan keluarganya. Salah
satunya dengan melakukan perbaikan system penyuluhan pertanian. Dalam
penyelenggaraan penyuluhan pertanian berbasis pembelajaran social, persaingan
dan konflik dapat meningkatkan solidaritas diantara mereka.
Namun terdapat pula konflik
sosial yang terjadi seperti pada beberapa petani merasa kurang puas kepada PPL,
yang membuat mereka tidak mau mengikuti kegiatan dan pertemuan kelompok dan
lebih memisahkan diri dengan kelompoknya, yang secara tidak langsung membentuk kelompok kecil yang
didalamnya bergabung petani- petani yang merasa kurang diperhatian oleh
pemerintah. Selain itu, adanya kecemburuan diantara pelaku- pelaku penyuluhan
pertanian ini berdampak pada adanya pengelompokan- pengelompokan diantara anggota
kelompok itu sendiri dan keaktifan mereka dalam kelompok. Anggota kelompok yang
lahan atau rumahnya saling berdekatan biasanya dalam sehariannya selalu
terlibat dalam proses social dan komunikasi dengan sesamany, begitupula dengan
anggota kelompok yang dekat dengan ketua dan pengurus kelompoknya yang terlihat
membentuk kelompok sendiri.
Dari adanya konflik,
tidak selalu terjadi dampak negative saja, tetapi terdapat dampak positif yang
dapat dilihat pada bertambahnya kekompakan dan komitmen dalam kelompok, serta
munculnya kepemimpinan yang bersifat agresif. dalam dimensi positif, konflik
menjadi bagian penting terwujudnya perubahan social yang lebih berarti
menyelesaikan perbedaan yang timbul, selain itu bertambahnya kekompakan dan
komitmen dalam kelompok, serta munculnya kepemimpinan yang bersifat agresif membangun
dinamika, dan menyelesaikan perbedaan yang timbul. Sedangkan dari segi
negatifnya, konflik dapat menimbulkan resiko bagi masyarakat, misalnya
terjadinya disharmonisasi social dan dapat memicu krisis. Dari sini, diharapkan
system penyuluhan pertanian dimasa depan hendaknya berbasis pada pembelajaran social
dan buka hanya dalam bingkai keproyekan.
Refrensi :
Kartika Ekasari Z,M.Saleh S. Ali, Darmawan
Salman, Akhsan dan A. Kasirang.2014. Konflik
Komunikasi Dalam Penyuluhan Pertanian Di
Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi
Selatan.Jurnal Ilmu Komunikasi 1(12) : 85-97
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNama : Ayik Alfian Nuril Huda
BalasHapusNIM : 17/409574/PN/14962
Komentar yang akan saya berikan terhadap resume dari Hasna Anisah adalah
Faktor – faktor yang menentukan penyuluh :
1. Adanya sumber ide : Pemerintah di Provinsi Sulawesi Selatan meluncurkan program penyuluhan pertanian mulai dari pendekatan top down sampai pada pendekatan bottom up. Contohnya adalah program BIMAS (Bimbingan Massal)
2. Adanya sasaran : Sasaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan adalah para petani.
3. Adanya manfaat : program tersebut dibuat agar dapat meningkatkan taraf hidup petani setempat.
4. Adanya nilai pendidikan : Dalam penyuluhan program-program pertanian tersebut terdapat beberapa pembelajaran yang dapat diambil salah satunya adalah perubahan sosial (dapat menyelesaikan perdebatan/perbedaan pendapat)
Nilai berita :
1. Development : bertambahnya kekompakan dan komitmen dalam kelompok serta munculnya kepemimpinan yang agresif dalam dimensi positif
2. Conflict : adanya ketidakpuasan beberapa petani terhadap PPL sehingga mereka enggan untuk mengikuti kegiatan penyuluhan
3. Proximity : penemuan teknologi dideterminasikan kepada petani untuk meningkatkan hasil pertaniannya.
4. Consequence : penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang menggunakan beberapa metode akan menimbulkan kompleksitas program, pelaku, dan kompleksitas interaksi antar pelaku. Apabila keberagaman tesebut tidak terkondisikan dengan baik, maka akan menimbulkan disharmoni yang memicu konfik.